Sabtu, 05 Maret 2016

Diskriminasi atas nama apa (lagi)?

Diskriminasi atas nama apa (lagi)?

“Bicara Gusdur, Bagi saya, beliau adalah Tali yang kuat dan bisa mengikat budaya, agama dll” begitu kata mbak Nia dalam diskusi Gusdurian dan kearifan lokal yang dikelola Wahid Institute dan Jaringan Gusdurian.
Sekarang masih sangat kental Diskriminasi di daerah-daerah, contohnya Agama/keprcayaan lokal (sunda wiwitan, cigugur, kuningan) yang belum mendapat pengakuan dari negara, bahkan menikahpun wajib mengikuti salah satu organisasi sebagai pengganti dari agama. Yang begini effectnya sangat besar, dari cibiran dunia maya, ketakutan anak-anak kita, yang begitu besar dikatain anak dluar nikah karena tidak punya surat nikah resmi yang dikeluarkan oleh negara.
Dua Pesan Gusdur sebelum meinggal itu yang pertama adalah untuk hormati minoritas agama, dengan begitu agama kita akan  dapat terlihat. Yang kedua, katanya: Kita tak punya presiden tapi tak punya pemimpin. Ini la yang membuat saya tersadar. Lanjutnya.
Banyak ya, kami dari aktivis perempuan sempet mengkel juga dengan beliau pada satu saat ketika orde baru mau tumbang, tiba-tiba gusdur berkata: “Sudahlah, maafkan soeharto, begitu mudahnya beliau bicara, kami kan tidak terima, akhirnya teman-teman masuk keruangannya gusdur dan menanyakan perihal tersebut, bahwa alasannya adalah supaya pak harto itu mau ngembaliiun harta rakyat indonesia, ini jalan rekonsiliasi.

Sama halnya ketika beliau diturunkan dan dituduh macam-macam, gus nuril dan pasukannya dari jawa timur kan mau berangkat, saya dan teman-teman sudah kontakan untuk membernagkatkan da menyiapkan akomodasinya, sampai gusnuril bilang, kita berangkat tidak pakai jalur darat, artinya menggunakan ilmu gaib begitu, eh sama gusdur dilarang, tidak diperbolehkan berngkat. Katanya biar tidak ada pertumpahan darah.
Masalah status agama itu masih manipulatif.
Kalau Agama lokal diberangus karea urusan politik, maka sama saja membunuh budaya kita. Nia Sjarifudin ANBTI) kita sedang bernegosiasi supaya bisa adil terhadap agama atau keprcayaan yang tidak dianggap itu dalam KTP, bisa dengan menghapus kolom agama atau membebaskan. Mendagri malah menyuruh mengkosongkan agama, bila keyakinannya diluar 5 agama yang sudah diresmikan negara, lah ya susah, sering sekali teman-teman mengalami kesulitan dalam mengakses fasilitas negara ya, kalau di bank, atau akses seperti di bandara yang pandangannya tidak mengenakkan.
Agama itu tidak salah, hanya saja ada oknum yang mempolitisi seperti agaman-agama syiar yang dibawa kemana-mana itu sangat mudah dipolitisir, mudah ditumpangi urusan pribadi. Yang seharusnya dilakukan  itu adalah keteladanan, orang akan melihat itu, dengan itu juga akan meningkatkan statistiik dalam dunia.

Kami -sunda wiwitan- punya prinsip beribu pada waktu dan berbapak pada zaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar