Diskriminasi
atas nama apa (lagi)?
“Bicara Gusdur, Bagi
saya, beliau adalah Tali yang kuat dan bisa mengikat budaya, agama dll” begitu kata mbak Nia dalam
diskusi Gusdurian dan kearifan lokal yang dikelola Wahid Institute dan Jaringan
Gusdurian.
Sekarang masih sangat kental
Diskriminasi di daerah-daerah, contohnya
Agama/keprcayaan lokal (sunda wiwitan, cigugur,
kuningan) yang
belum mendapat pengakuan dari negara, bahkan
menikahpun wajib mengikuti salah satu organisasi
sebagai pengganti dari
agama. Yang begini effectnya
sangat besar, dari cibiran dunia maya, ketakutan anak-anak kita, yang begitu
besar dikatain anak dluar nikah karena tidak punya surat nikah resmi yang
dikeluarkan oleh negara.
Dua Pesan Gusdur sebelum
meinggal itu yang pertama adalah untuk hormati minoritas agama, dengan begitu agama
kita akan dapat terlihat. Yang kedua,
katanya: Kita tak punya presiden
tapi tak punya pemimpin. Ini la yang membuat saya tersadar. Lanjutnya.
Banyak ya, kami dari aktivis
perempuan sempet mengkel juga dengan beliau pada satu saat ketika orde baru mau
tumbang, tiba-tiba gusdur berkata: “Sudahlah,
maafkan soeharto”, begitu mudahnya beliau bicara, kami kan tidak terima,
akhirnya teman-teman masuk keruangannya gusdur dan menanyakan perihal tersebut,
bahwa alasannya adalah supaya pak harto itu mau ngembaliiun
harta rakyat indonesia, ini jalan rekonsiliasi.
Sama halnya ketika beliau
diturunkan dan dituduh macam-macam, gus nuril dan pasukannya dari jawa timur
kan mau berangkat, saya dan teman-teman sudah kontakan untuk membernagkatkan da
menyiapkan akomodasinya, sampai gusnuril bilang, kita berangkat tidak pakai
jalur darat, artinya menggunakan ilmu gaib begitu, eh sama gusdur dilarang,
tidak diperbolehkan berngkat. Katanya biar tidak ada pertumpahan darah.
Masalah
status agama itu masih manipulatif.
Kalau Agama lokal diberangus karea urusan politik, maka sama saja membunuh budaya kita.
Nia Sjarifudin ANBTI) kita sedang bernegosiasi supaya bisa adil terhadap agama atau
keprcayaan yang tidak dianggap itu dalam KTP, bisa dengan menghapus kolom agama
atau membebaskan.
Mendagri malah menyuruh mengkosongkan agama, bila keyakinannya diluar 5 agama
yang sudah diresmikan negara, lah ya susah, sering sekali teman-teman mengalami
kesulitan dalam mengakses fasilitas negara ya, kalau di bank, atau akses
seperti di bandara yang pandangannya tidak mengenakkan.
Agama itu tidak
salah, hanya saja
ada oknum yang mempolitisi seperti agaman-agama syiar yang dibawa kemana-mana
itu sangat mudah dipolitisir, mudah ditumpangi urusan pribadi. Yang seharusnya dilakukan itu adalah keteladanan, orang akan melihat itu, dengan itu juga akan
meningkatkan statistiik dalam dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar