Tak banyak orang tahu betapa sulitnya perjuangan mbah
hasyim asy'ary, dimulai dari penitian ilmunya di pesantren-pesantren, di
Makkah AlMukarromah dan menjadi imam besar masjidil haram.
Bersikap jujur dan tawadlu' di depan guru dan ilmu, menjadi
santri senior yang siap membela pesantrennya dengan sekuat tenaga,
ditinggal orang-orang yang dicinta: anak dan istri saat tahun pertama.
Berkhidmat mengabdi untuk temannya, ditinggal lagi oleh
istri keduanya, hingga hatinya merasakan pedih yang mendalam, namun
selalu beliau serahkan kepada sang Maha.
Diawal pendirian pesantrennya: Tebuireng menuai banyak
kecaman, tidak hanya dipihak pembenci, kerabat dan keluarganya pun
selalu bertanya, apa tujuannya?
Tak kaget atau sedikitpun gentar, beliau menjawab santai
penuh makna. Dengan kehati-hatian supaya yang mendengarkan hatinya tak
terluka, sangat indah budinya.
Membangun strategi dakwah yang luar biasa, menyulap para
pemalas dan penunggu jatah sewa tanah menjadi pekerja, menyusupkan sikap
ikhlas dan mulia dihatinya, dihati mereka semua dengan tindakan nyata,
tidak hanya dimulutnya.
Mendekati para 'pemain' kekuasaan dengan cara sederhana,
mula-mula selalu memuji untuk mendapatkan hatinya, memberikan hasil
tanaman, ternakan hingga olahan yang sudah tersedia.
Tak pernah ingkar janji walau kepada company, selalu
memberikan bukti dan materi dengan ikhlas melebihi. Mengajarkan
praktek-praktek dan teori kepada masyarakat sekitar, teman jauh,
terutama santri.
Hingga pada suatu hari,
"Kiai, harus tanggung jawab dengan orang yang telah kalian (Kiai dan santri) aniaya hingga mati!.
"Kiai, harus tanggung jawab dengan orang yang telah kalian (Kiai dan santri) aniaya hingga mati!.
Ada tiga pilihan: Pertama, serahkan satu santri untuk
mengganti nyawanya supaya setimpal. Kedua, Kiai sendiri yang akan kami
bawa dan eksekusi sendiri, bukankah kiai yang bilang 'nyawa ditebus
nyawa', dan Ketiga, kalau kalian tidak memilih salah satu jangan
salahkan bila kita (Opsir Hindia dan preman) tega membakar pesantren
Kiai."
Ditodong pertanyaan seperti itu Sang Kiai tidak gegabah
menjawab, yang beliau lakukan adalah meminta petunjuk kepada Allah swt
dg istikharah dan riyadloh.
Kedua pilihan yang membahayakan nyawa manusia beliau tak
menyetujuinya, hingga sepekan waktu yang telah mereka berikan kepada
pihak Tebuireng terjadi.
Peristiwa bringas pembakaran pessntren tak terkendalikan
untung tidak menelan korban karena Kiai telah menyiapkan dengan matang
dibantu Marto Lemu, salah satu pengusaha miras yang kini berhenti
menyuplai diwarung remang-remang sekitar traktag pesantren.
Hingga akhirnya, Kiai membangun kembali pemondokan yang
agak luas ditempat yang sama, menata kembali kurikulum, menata kembali
pertanian dan peternakan peningkat ekonomi, menyusun kembali
strategi-strategi membela rakyat, mengentaskan dari belenggu kemiskinan
dan kebodohan yang sengaja di jajah oleh Hindia Belanda dengan topeng
pabrik gula Cukir, Jombang.
Adakah yang lebih aman tenimbang mengajak diskusi yang
dilabeli silaturahmi dan silaturahmi yang berlabel diskusi untuk kemajun
negeri?
Tidakkah manusia mulia, nabi Mumammad selalu menangisi rakyat, ummat dan negeri?
Terimakasih mbah, Sang Pendiri Nahdlatul Tujjar, Nahdlatul Wathan dan Nahdlatul Ulama yang setia menyerukan 'Membela Tanah Air wajib hukumnya.