[The seeding plural and peaceful islam]
Catatan perjalanan ‘Ziarah Gusdur’[1]
Zaenun Nu’man
Sejak kecil
memang Gusdur sudah menyukai ziarah kubur, katanya, orang yang sudah meninggal memang
tidak ada kepentingan. Begitu juga makam yang belum diketahui orang kemudian
oleh Gusdur diziarahi setelah itu baru ramai, beberapa menyikap makam-makam
wali. (laa ya’rifu wali illa al-wali)
Rasional-positifistik
empirium , yang akan diangkat dari tema “gusdur dan ziarah” oleh ki
Zastro. “saya menemani gusdur ziarah itu
sejak tahun ’88, begitu saya dekat dengan mbah yusuf. yang dulu sering
berbicara sejarah, dan uniknya lagi, ketika dulu diteror oleh “pak harto” saya
sowan ke gusdur kemudian oleh beliau selalu disembunyikan di makam-makam. Itu
mulai tahun 1990-1994 seperti
di Pamijahan, Panjalu dll. Gusdur
selalu bisa menyebutkan siapa yang bersemayam di makam itu. Seperti ketika mau mencari makamnya syeikh ‘ubuddin, kalau kita bicara mataram-hindu
pusatnya di ndieng tho? Makanya syeikh ‘ubuddin melakukan culture-culture di
titik sini, langsung di pusat kekuasaanya. Karena menggunakan selain yang rasional harus
ada spiritual.
Bahkan di
daerah Manado, Gusdur tiba-tiba bilang “disini ada tempat tua ini tro, di
pongkahuan.” Saya jalan selama setengah hari dan ketemu. “Disini sultan agung,
pajajaran, semua ada disini kalau rapat Nusantar
a.” Dan di trowulan tahun 1991
terakhir ketemu Mbah (kudu) dul kadir asli, yaitu seorang yang mau menyebarkan
agama islam langsung kejantung pertahanan Mojopahit tapi gagal karena
pengkhianatan dari dalam melalui figur perempuan yang bernama nyi tanda, yang
membocorkan skeneraionya mbah dul kadir berdua dengan mbah sunar dari maroko. Di
Nusantara Sebenarnya dengan cara kekarasan sudah dicoba oleh mbah dul kadir
tapi gagal.
1. Melalui diplomasi dagang gagal. Pada Abad 13 islam belum diterima
dan mayoritas masih kapitayyan, dibuktikan oleh sekertarisnya cheng ho.
Yang menarik dari ziarah, gusdur sebenanya
mau menyampaiakan 3 hal.
A.
Ini bagian dari strategi
kultural gusdur untuk mendudukan antara modernitas dan tradisionalitas, melalui
ziarah kubur ini gusdur ingin ngomong kepada kaum modernis, dengan paradigmanya
yang rasionalitas-posifistik-empirik-material ini bahwa rasional itu cuma separuh modernitas itu
bukan superioritas, melalui laku ziarah kubur ini gusdur tidak memposisikan
modernitas-tradisionalitas secara vis a vis secara diamoteran dan membentuk tesa-antitesa. Selama ini orang
berfikir bahwa modern-tradisional itu berbenturan konfortatif-kontradiktif.
Atas kampanye kehebatan modernitas, kalau
Tradisionalitas sudah tersingkir karena,
1.
Tidak mampu melawan
2.
Terserap sehingga merelakan diri meninggalkan atribut
tradisionalnya dan masuk berbondong-bondong mengikuti modernitas
itu.
Gusdur Cuma mengingatkan, bahwa dengan
laku ini modernitas hanya separuh, yang separuhnya ada di tradisionalitas yang
kuncinya adalah
spiritualitas. Makanya setelah gusdur ngomong pos modernisme dan pos-pos yang lain beliau mbalik ke kuburan. Spiritualisme
sebagai konstruk kebudayaan. Secara faktual gusdur ingin membuktikan itu.
Sehingga modernitas dan tradionalitas bagi gusdur didudukan sejajar sehingga
menjadi hubungan yang komplementer bukan kontradikrif, yang saya pahami dari
gusdur seperti itu.
B.
Gusdur ingin
mengembalikan akar budaya nusantara yang sebetulnya dia itu kembali kepada
konstruk kebudayaan yang mepertautkan antara rasionalitas dan spiritualitas.
Serat centhini, serat waljinah gusdur juga tahu.
Pemikiran nusantara adalah akal/rasio, hati/roso dan spiritualitas jadi ini
bentuknya akumulatif. Dari konstruk pemahaman yang 3 itu adaah tautan
rasionalitas dan spiritualitas. Seperti kata joyoboyo, “wong jowo iku bakal
dadi separo”
Posisi rasa
bukan subyektifisme, tapi adalah alat ukur supaya manusia tetep jejeg dan
seimbang. Pertama: Kaweruh adalah sesuatu yang masuk kedalam akal
dan bisa dirasakan oleh indra/ rasionalitas dan material (akal), kedua: ngilmu atau irrasional
(roso). Bahwa saya ingin membuktikan saintifikasi tentang klenik, tahayyul dll,
itulah yang dilakukan gusdur.
Ilmu
dan spiritual perlu
metodologi, bisa diverifikasi,
dan empirik. Contoh orang sakit datang kerumah
kyai dan dikasih air putih sembuh, begitu juga dengan resep dokter. Saintifikasi
yang disebut klenik yang selama ini dilakukan gusdur dan gusdur dengan
bangganya melakukan itu tidak debgan tedeng aling-aling, secara terbuka,
kalau kita kan masih malu takut dibilang ahli klenik dan lain sebagainya. Tapi beliau terang-terangan melakukan
ini, ziarah kubur dia mengumumkan kalau dirinya ahli ziarah. Bagi gusdur
dibilang ahli klenik dan spiritual itu sama saja dibilang intelektual dan
akademisi Cuma beda ruang saja.
Saya pernah
ngomong begini di chalenge bersama Ikra nusabakti, “pak kalau ini spiritualitas
menjadi bagian dalam membangun metodologi keilmuan, (dulu lagi ramai penipuan
ust guntur bumi) nanti terjadi pembohongan begitu gimana? biar tidak palsu
gimana? terus cara ngeceknya bagaimana? Cara memverifikasinya bagaimana? Mana
yang bener mana yang engga?”
“Saya tanya balik, kira-kira sampean
bisa tidak memverifikasi si A ini sakitnya gara-gara apa?”,
“Ya tidak bisa itu harus dokter”
“Ya sama, yang bisa memverifikasi ya
ahli spiritual mendeteksi yang benar atau yang engga. Sampean juga tidak bisa
ko, padahal kan ada ilmunya. Soal disalahguakan, dokter juga banyak yang
menyalahgunakan, begitu juga politisi juga banyak yang ngapusi rakyat. Yang ini samean hina-hina
yang itu tidak. Nah dua hal ini yang
jadi penting konteks ziarah kubur, inilah gerakan kultural dalam mengangkat Harkat martabat khazanah
tradisionalitas dalam permukaan yang sama bobotnya dengan yang katanya superior-modernitas itu. Gusdur ingin mendudukan ke level yang
sama, wong disini juga sama pakai yang ini ko, orang modern dimanapun, dieropa,
amerika juga pakai spiritual,
Cuma posisi spiritual dikalangan mereka seperti istri simpanan, disayang, dibutuhkan
tapi tidak boleh eksis, sebab kalau eksis akan merusak sistem.
Sama kalau
wilayah spiritual ini
diakui melalui metode yang bisa dilatih dengan konstruksi bangunan epistimologis-filosofis, modernitas
hancur. Padahal itu yang dibodoh-bodohkan ke kita semuanya supaya kita belajar
itu semua, kita ikut-ikutan pejoratif memandang sisi ini semua, metodologinya
sama. Untuk jadi dokter juga diseleksi, semua orang bisa menjadi dokter, dan
diseleksi oleh ahli kedokteran, Oh ini ilmunya dan IQnya sampai. Sama seperti
spiritual, bisa dideteksi seperti itu.
Untuk menjadi
dokter kamu harus belajar serius, yang lain pacaran kamu belajar tentang
fisiologi, yang lain nonton
bioskop kamu sibuk pratek di laboratorium. Yang ini juga sama, yang lain tidur ngorok
yang ini bangun wiridan, yang lain makan enak yang ini puasa.
Yang satu melatih kepekaan
rasionalitas akal yang ini melatih spiritualitas jiwa, keduanya menimbulkan
dampak yang sama, kekuatan yang sama, kalau diasah. Ini sebenarnya yang mau diomongin gusdur melalui
laku itu. Gusdur secara jantan tanpa tedeng aling-aling ksatria membuka
itu, yang lain masih
malu-malu. Pura-pura modern mau nyalon DPR ke kuburan ya malu. Ini merupakan
strategi luar biasa. Gusdur
juga bisa menjelasan tentang amanat galunggung, soal keraton, soal karesen, pedesan pada abad
ke 16.
Yang ketiga,
kembali ke khazanah sumber dari ilmu pengetahuan yang sudah dibangun oleh
leluhur kita. Jangan terlalu lama
anda tersesat dibelantara peradaban orang lain itu, anak-anak nusatara sekarang
sudah tersesat dibelantara peradaban itu, hanya menjadi pemulung ide dan
pengais sampah peradaban bangsa
lain, dan dengan bangganya mengakui sebagai intelektual dan akademisi padahal
mereka tidak lebih dari
fotokopi.
Tembang lir-ilir itulah kearifan bangsa
kita yang lampaui sekat sekat, yaitu sekat syariat, thariqat dll. Kanjeng sunan juga
membelajarkan ajaran-ajaran islam melalui tembang ini.
Pernah juga
setelah selesai pengajian di Demak kita ziarah ke mbah Ganjur, dari setengah 2
sampai subuh tidak ketemu, kemudian pulang karena belum diizini. Yang kedua
kita datengin lagi makamnya pas banjir, sampai disana jembatannya hanyut. Yang ketiga pas ada acara
di semarang baru bisa ziarah. Mbah Ganjur adalah pemimpin pasukan demak, yang
dipasrahi raden fatah untuk memimpin pasukan demak untuk menyerang mojopahit
sebetulnya, tapi begitu konsultasi ke mbah Ampel dilarang, karena kesannya jelek,
anak nyerang orang tua. Menurut
mbah Ampel, majapahit itu akan runtuh dari dalam.
***
Spiritual Gusdur
yang sudah mendalam, yang kemudian mengetahui yang sejatinya. Kuburan yang
telah menjadi istri pertama telah ditutup-tutupi dengan beberapa lembaga yang
sengaja dibikin seperti kampus-kampus, lembaga kursus dan lain-lain.
Rasionalitas dan spiritualitas adalah pondasi yang dibangun oleh Nusantara.
Sekarang yang menggunakan spiritualitas meniadakan rasionalitas, tidak seperti
orang-orang dahulu. Orang-orang sosialis seperti hatta, sudirman dll atau orang
islamis seperti syeikh nawawi Banten, mbha kholil Bangkalan, sejauh-jauh mereka
mencari ilmu baik kebarat maupun ketimur namun tetap nguri-uri Nusantara,
mempunyai jiwa spiritual namun bertindak lokal wisdom.
Abad
ke 8 pada kerajaan seilendra, sistem
pluralsme sudah dilaksanakan, buktinya raja dan ratunya beda agama dan
sama-sama menjalankan negara dengan baik. Rajanya membangun candi Prambanan dan
istrinya membangun Bo0robudur. Juga pada abad ke 7, sudah memahami budaya
gender yang sekarang ini baru hangat dibicarakan, seperti putri Sima dan gusti
Tribuwana Tunggadewi.
Cara
menghancurkan negara dari para Buto ialah menghilangkan sejarah dan melupakan
tradisi. Sejarah yang sejainya menjadi (( مراجع الحيـاه disusupi ilmu-ilmu barat seperti karl Marx
dll, kalau tradisi jelas bukti peradaban Jawa sudah maju dan pentingnya sebagai
pijakan orang-orang korban sejarah. Nah, proyek dan usaha yang dilakukan
Nusantara saat ini adalah menghidupkan kebudayaan sebagai khazanah keilmuan dan
universal. Kendalanya memang harus sabar, lama dan tidak terkenal. Namun inilah
yang menjadi acuan kita supaya anak turun indonesia menjadi tahu betapa
permatanya dulu Nusantara.
Bunuh diri adalah kritik sosial,
karena orang-orang hanya ingin kehidupan (didunia) yang begitu fana dan hanya
senda gurau “para pemain drama”, namun sebenarnya mereka telah mematikan
kehidupan itu sendiri, yaitu akalnya,
hatinya, etikanya maupun estetikanya. Dan penyeimbang pemikiran Gusdur itu
saalah satunnya menyukai musik-usik klasik barat, namun disisi lain suka ziarah,
hafal dan paham sekali tentang macapat dan serat dewa ruci.
Pulanglah
ke Nusantara
Karena
di Nusantara bnyak sekali emas dan permata
Jangan
sampai dicuri orang lain
Dan
dikembalikan menjadi sampah
Jangan
jadi kera, yang hanya tau pisang belaka
Dan
melepaskan permata
Yang
dibuat perang itu sendiri
Karena
hanya butuh pisang untuk mengenyangkan perut sendiri.
Wallahu a’lam Semoga barokah.
[1] Ringkasan dari diskusi Pemikiran
Gusdur untuk pelajaran sekaligus sebagai uswatun hasanah lelaku kita
dalam kehidupan dalam membentengi tradisi dan sejarah yang dikemas secara rapi sebaga upaya penyeimbang di era
globalisasi. dengan tema “Gusdur dan ziarah kubur” oleh ki zastro Al-ngatawi,
dimoderatori oleh Fathudin Al-Kalimasi. Pada hari jumat 7 januari 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar