Senin, 08 Februari 2016

Catatan perjalanan ‘Ziarah Gusdur

[The seeding plural and peaceful islam]
Catatan perjalanan ‘Ziarah Gusdur’[1]
Zaenun Nu’man


Sejak kecil memang Gusdur sudah menyukai ziarah kubur, katanya, orang yang sudah meninggal memang tidak ada kepentingan. Begitu juga makam yang belum diketahui orang kemudian oleh Gusdur diziarahi setelah itu baru ramai, beberapa menyikap makam-makam wali. (laa ya’rifu wali illa al-wali)
Rasional-positifistik empirium , yang akan diangkat dari tema “gusdur dan ziarah” oleh ki Zastro.  “saya menemani gusdur ziarah itu sejak tahun ’88, begitu saya dekat dengan mbah yusuf. yang dulu sering berbicara sejarah, dan uniknya lagi, ketika dulu diteror oleh “pak harto” saya sowan ke gusdur kemudian oleh beliau selalu disembunyikan di makam-makam. Itu mulai tahun 1990-1994 seperti di Pamijahan, Panjalu dll. Gusdur selalu bisa menyebutkan siapa yang bersemayam di makam itu. Seperti ketika mau mencari makamnya syeikh ubuddin, kalau kita bicara mataram-hindu pusatnya di ndieng tho? Makanya syeikh ubuddin melakukan culture-culture di titik sini, langsung di pusat kekuasaanya. Karena menggunakan selain yang rasional harus ada spiritual.
Bahkan di daerah Manado, Gusdur tiba-tiba bilang “disini ada tempat tua ini tro, di pongkahuan.” Saya jalan selama setengah hari dan ketemu. “Disini sultan agung, pajajaran, semua ada disini kalau rapat Nusantar
a.” Dan di trowulan tahun 1991 terakhir ketemu Mbah (kudu) dul kadir asli, yaitu seorang yang mau menyebarkan agama islam langsung kejantung pertahanan Mojopahit tapi gagal karena pengkhianatan dari dalam melalui figur perempuan yang bernama nyi tanda, yang membocorkan skeneraionya mbah dul kadir berdua dengan mbah sunar dari maroko. Di Nusantara Sebenarnya dengan cara kekarasan sudah dicoba oleh mbah dul kadir tapi gagal.
1.       Melalui diplomasi dagang gagal. Pada Abad 13 islam belum diterima dan mayoritas masih kapitayyan, dibuktikan oleh sekertarisnya cheng ho.
Yang menarik dari ziarah, gusdur sebenanya mau menyampaiakan 3 hal.
A.      Ini bagian dari strategi kultural gusdur untuk mendudukan antara modernitas dan tradisionalitas, melalui ziarah kubur ini gusdur ingin ngomong kepada kaum modernis, dengan paradigmanya yang rasionalitas-posifistik-empirik-material ini bahwa rasional itu cuma separuh modernitas itu bukan superioritas, melalui laku ziarah kubur ini gusdur tidak memposisikan modernitas-tradisionalitas secara vis a vis secara diamoteran dan membentuk tesa-antitesa. Selama ini orang berfikir bahwa modern-tradisional itu berbenturan konfortatif-kontradiktif.
Atas kampanye kehebatan modernitas, kalau Tradisionalitas sudah tersingkir karena,
1.       Tidak mampu melawan
2.       Terserap sehingga merelakan diri meninggalkan atribut tradisionalnya dan  masuk berbondong-bondong mengikuti modernitas itu.
Gusdur Cuma mengingatkan, bahwa dengan laku ini modernitas hanya separuh, yang separuhnya ada di tradisionalitas yang kuncinya adalah spiritualitas. Makanya setelah gusdur ngomong pos modernisme dan pos-pos yang lain beliau mbalik ke kuburan. Spiritualisme sebagai konstruk kebudayaan. Secara faktual gusdur ingin membuktikan itu. Sehingga modernitas dan tradionalitas bagi gusdur didudukan sejajar sehingga menjadi hubungan yang komplementer bukan kontradikrif, yang saya pahami dari gusdur seperti itu.
B.      Gusdur ingin mengembalikan akar budaya nusantara yang sebetulnya dia itu kembali kepada konstruk kebudayaan yang mepertautkan antara rasionalitas dan spiritualitas. Serat centhini, serat waljinah gusdur juga tahu.
Pemikiran nusantara adalah akal/rasio, hati/roso dan spiritualitas jadi ini bentuknya akumulatif. Dari konstruk pemahaman yang 3 itu adaah tautan rasionalitas dan spiritualitas. Seperti kata joyoboyo, “wong jowo iku bakal dadi separo”
Posisi rasa bukan subyektifisme, tapi adalah alat ukur supaya manusia tetep jejeg dan seimbang. Pertama: Kaweruh adalah sesuatu yang masuk kedalam akal dan bisa dirasakan oleh indra/ rasionalitas dan material (akal), kedua: ngilmu atau irrasional (roso). Bahwa saya ingin membuktikan saintifikasi tentang klenik, tahayyul dll, itulah yang dilakukan gusdur.
                Ilmu dan spiritual perlu metodologi, bisa diverifikasi, dan empirik. Contoh orang sakit datang kerumah kyai dan dikasih air putih sembuh, begitu juga dengan resep dokter. Saintifikasi yang disebut klenik yang selama ini dilakukan gusdur dan gusdur dengan bangganya melakukan itu tidak debgan tedeng aling-aling, secara terbuka, kalau kita kan masih malu takut dibilang ahli klenik dan lain sebagainya. Tapi beliau terang-terangan melakukan ini, ziarah kubur dia mengumumkan kalau dirinya ahli ziarah. Bagi gusdur dibilang ahli klenik dan spiritual itu sama saja dibilang intelektual dan akademisi Cuma beda ruang saja.
Saya pernah ngomong begini di chalenge bersama Ikra nusabakti, “pak kalau ini spiritualitas menjadi bagian dalam membangun metodologi keilmuan, (dulu lagi ramai penipuan ust guntur bumi) nanti terjadi pembohongan begitu gimana? biar tidak palsu gimana? terus cara ngeceknya bagaimana? Cara memverifikasinya bagaimana? Mana yang bener mana yang engga?”
Saya tanya balik, kira-kira sampean bisa tidak memverifikasi si A ini sakitnya gara-gara apa?”,
Ya tidak bisa itu harus dokter
Ya sama, yang bisa memverifikasi ya ahli spiritual mendeteksi yang benar atau yang engga. Sampean juga tidak bisa ko, padahal kan ada ilmunya. Soal disalahguakan, dokter juga banyak yang menyalahgunakan, begitu juga politisi juga banyak yang  ngapusi rakyat. Yang ini samean hina-hina yang itu tidak. Nah dua hal ini yang jadi penting konteks ziarah kubur, inilah gerakan kultural dalam mengangkat Harkat martabat khazanah tradisionalitas dalam permukaan yang sama bobotnya dengan yang katanya superior-modernitas itu. Gusdur ingin mendudukan ke level yang sama, wong disini juga sama pakai yang ini ko, orang modern dimanapun, dieropa, amerika juga pakai spiritual, Cuma posisi spiritual dikalangan mereka seperti istri simpanan, disayang, dibutuhkan tapi tidak boleh eksis, sebab kalau eksis akan merusak sistem.
Sama kalau wilayah spiritual ini diakui melalui metode yang bisa dilatih dengan konstruksi bangunan epistimologis-filosofis, modernitas hancur. Padahal itu yang dibodoh-bodohkan ke kita semuanya supaya kita belajar itu semua, kita ikut-ikutan pejoratif memandang sisi ini semua, metodologinya sama. Untuk jadi dokter juga diseleksi, semua orang bisa menjadi dokter, dan diseleksi oleh ahli kedokteran, Oh ini ilmunya dan IQnya sampai. Sama seperti spiritual, bisa dideteksi seperti itu.
Untuk menjadi dokter kamu harus belajar serius, yang lain pacaran kamu belajar tentang fisiologi, yang lain nonton bioskop kamu sibuk pratek di laboratorium. Yang ini juga sama, yang lain tidur ngorok yang ini bangun wiridan, yang lain makan enak yang ini puasa.
Yang satu melatih kepekaan rasionalitas akal yang ini melatih spiritualitas jiwa, keduanya menimbulkan dampak yang sama, kekuatan yang sama, kalau diasah. Ini sebenarnya yang mau diomongin gusdur melalui laku itu. Gusdur secara jantan tanpa tedeng aling-aling ksatria membuka itu, yang lain masih malu-malu. Pura-pura modern mau nyalon DPR ke kuburan ya malu. Ini merupakan strategi luar biasa. Gusdur juga bisa menjelasan tentang amanat galunggung, soal keraton, soal karesen, pedesan pada abad ke 16.
Yang ketiga, kembali ke khazanah sumber dari ilmu pengetahuan yang sudah dibangun oleh leluhur kita. Jangan terlalu lama anda tersesat dibelantara peradaban orang lain itu, anak-anak nusatara sekarang sudah tersesat dibelantara peradaban itu, hanya menjadi pemulung ide dan pengais sampah peradaban bangsa lain, dan dengan bangganya mengakui sebagai intelektual dan akademisi padahal mereka tidak lebih dari fotokopi.
Gusdur mengingatkan, pulanglah kenusantara mumpung belum jauh tersesat.
Tembang lir-ilir itulah kearifan bangsa kita yang lampaui sekat sekat, yaitu sekat syariat, thariqat dll. Kanjeng sunan juga membelajarkan ajaran-ajaran islam melalui tembang ini.
Pernah juga setelah selesai pengajian di Demak kita ziarah ke mbah Ganjur, dari setengah 2 sampai subuh tidak ketemu, kemudian pulang karena belum diizini. Yang kedua kita datengin lagi makamnya pas banjir, sampai disana jembatannya hanyut. Yang ketiga pas ada acara di semarang baru bisa ziarah. Mbah Ganjur adalah pemimpin pasukan demak, yang dipasrahi raden fatah untuk memimpin pasukan demak untuk menyerang mojopahit sebetulnya, tapi begitu konsultasi ke mbah Ampel dilarang, karena kesannya jelek, anak nyerang orang tua. Menurut mbah Ampel, majapahit itu akan runtuh dari dalam.
***

Spiritual Gusdur yang sudah mendalam, yang kemudian mengetahui yang sejatinya. Kuburan yang telah menjadi istri pertama telah ditutup-tutupi dengan beberapa lembaga yang sengaja dibikin seperti kampus-kampus, lembaga kursus dan lain-lain. Rasionalitas dan spiritualitas adalah pondasi yang dibangun oleh Nusantara. Sekarang yang menggunakan spiritualitas meniadakan rasionalitas, tidak seperti orang-orang dahulu. Orang-orang sosialis seperti hatta, sudirman dll atau orang islamis seperti syeikh nawawi Banten, mbha kholil Bangkalan, sejauh-jauh mereka mencari ilmu baik kebarat maupun ketimur namun tetap nguri-uri Nusantara, mempunyai jiwa spiritual namun bertindak lokal wisdom.
                Abad ke 8 pada kerajaan seilendra,  sistem pluralsme sudah dilaksanakan, buktinya raja dan ratunya beda agama dan sama-sama menjalankan negara dengan baik. Rajanya membangun candi Prambanan dan istrinya membangun Bo0robudur. Juga pada abad ke 7, sudah memahami budaya gender yang sekarang ini baru hangat dibicarakan, seperti putri Sima dan gusti Tribuwana Tunggadewi.
Cara menghancurkan negara dari para Buto ialah menghilangkan sejarah dan melupakan tradisi. Sejarah yang sejainya menjadi (( مراجع الحيـاه  disusupi ilmu-ilmu barat seperti karl Marx dll, kalau tradisi jelas bukti peradaban Jawa sudah maju dan pentingnya sebagai pijakan orang-orang korban sejarah. Nah, proyek dan usaha yang dilakukan Nusantara saat ini adalah menghidupkan kebudayaan sebagai khazanah keilmuan dan universal. Kendalanya memang harus sabar, lama dan tidak terkenal. Namun inilah yang menjadi acuan kita supaya anak turun indonesia menjadi tahu betapa permatanya dulu Nusantara.
Bunuh diri adalah kritik sosial, karena orang-orang hanya ingin kehidupan (didunia) yang begitu fana dan hanya senda gurau “para pemain drama”, namun sebenarnya mereka telah mematikan kehidupan itu  sendiri, yaitu akalnya, hatinya, etikanya maupun estetikanya. Dan penyeimbang pemikiran Gusdur itu saalah satunnya menyukai musik-usik klasik barat, namun disisi lain suka ziarah, hafal dan paham sekali tentang macapat dan serat dewa ruci.
                Pulanglah ke Nusantara
                Karena di Nusantara bnyak sekali emas dan permata
                Jangan sampai dicuri orang lain
Dan dikembalikan menjadi sampah
                Jangan jadi kera, yang hanya tau pisang belaka
                Dan melepaskan permata
                Yang dibuat perang itu sendiri
                Karena hanya butuh pisang untuk mengenyangkan perut sendiri.

Wallahu a’lam Semoga barokah.



[1] Ringkasan dari diskusi Pemikiran Gusdur untuk pelajaran sekaligus sebagai uswatun hasanah lelaku kita dalam kehidupan dalam membentengi tradisi dan sejarah yang dikemas  secara rapi sebaga upaya penyeimbang di era globalisasi. dengan tema “Gusdur dan ziarah kubur” oleh ki zastro Al-ngatawi, dimoderatori oleh Fathudin Al-Kalimasi. Pada hari jumat 7 januari 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar