Ahad, 31 juli 2016
Hari
ini, saya mengajarkan arti nakal kepada ibu, karena nakal yang
sesungguh-sungguhnya diperlukan. Dari sore, ibu sibuk mempersiapkan makanan dan
peralatan untuk rutinan keluarga yang datangnya empat tahun sekali, mirip piala
dunia memang. Malam-malampun kita sibuk mengurusi segala sesuatunya.
Maklum,
ini acara keluarga besar. Walau bulan syawal sudah berada dibelakang, tapi
budaya halal bi halal tetap berlanjut.
Nah,
pada pagi hari sekitar jam 6:15 am ibuku dapat telfon dari sahabatnyayang
sama-sama guru paud Al-mashir. Ibuku medengar berita itu terkejut dan tentunya
nyebut. Padahal saat itu masih banyak sekali bahan makanan yang belum dimasak.
Berita
itu adalah undangan diklat Himpaudi se-Pemalang, dalam hitungan ibuku diklatnya
hari senin, jadi acara keluarga tetap bisa dipegang. Mulai saat itu, ibuku
bingung setengah main dan kudengar sering menyebut istighfar tak begitu lama
ibuku nelfon saudara untuk mbantu masak.
Posisiku
sedang ngasih makan ayam lanjut nata-nata ruangan depan. tak begitu lama,
ibu-ibu tetangga datang mbantu, ibu sudah kelihatan sedikit lega (sedikit lho).
Mungkin ibuku berpikir lebih baik berangkat diklat karena akan mempengaruhi
laporan hasil didikannya selama ini, tanpa piker panjang, ibuku mandi.
Lagi-lagi
rekan ibuku nelfon katanya sudah ditunggu diperempatan besar Warungpring karena
memang berangkat bersama. Ibuku dandan sekenanya, sampai bilang ke Anum, adik
keduaku untuk tidak usah berangkat sekolah dulu (mungkin karena ga ada yang
ngurus).
“bu,
Anum tetep sekolah biar nanti aku yang ngurus”. Sekian itu aku menyiapkan
perlengkapan anum sampai mengantarkan ke sekolah, ibuku masih sibuk nelfon. Aku
bilang ke ibu bahwa prioritas sekolah penting, tapi melayani tamu keluarga
besar lebih penting, tapi tak dihiraukannya, beliau tetap tata-tata barang yang
akan dibawanya ke Pemalang.
Ibuku
tak mau semua yang ditanam dalam sekolah disia-siakan, apalagi setiap hari
kerja sangat disiplin berangkat paling awal. Dalam keluarga, hanya ibuku yang
mau terjun dalam instansi formal, memang dalam sejarah banyak dari keluargaku
yang jadi pendidik tapi semua non forma, ada yang di madrasah diniyah, mulang
ngaji di pesantren, langgar, dan rumah.
“ayo
nu, antarkan ibu cepet! Sudah ditunggu dari tadi”.
Aku
keluar manasin motor bentar lalu jalan, baru berjalan sekitar 10 menit, aku
ngomong ke ibu pelan-pelan.
“bu,,,
diklat itu bisa ada lagi karena itu program diknas dan boleh izin ko. Tapi
acara keluarga itu empat tahu sekali, menurutku ibu izin saja ya atau saya saja
yang minta izin ke kepalanya”.
Mendengar
itu, ibuku luluh, kemudian berkata:
“iya
ya nu, ya udah ibu izin sajalah”.
Tanpa
menjawab lagi, aku langsung memutar motorku dan parkir depan rumah.
Dalam
hati, aku berkata:
Aku
yang hari ini dilantik bahkan acara-acara besar yang menuntut untuk datang bisa
izin, karena punya prioritas lain, mungkin aku juga sering izin ga masuk
kuliah, ya minimal izin ke diri sendiri. :V
Tidak ada komentar:
Posting Komentar