Jumat, 16 September 2016

Manusia desa, mereka itu…..

Manusia desa, mereka itu…..
Oleh: Zaenun Nu’man


Terik siang, kini menyeruak masuk ke semua kolong dan sudut rumah, saat orang-orang kota dengan tenangnya ‘ngadem’ di bawah AC.
Jauh disana, orang desa duduk-duduk sambil buka baju menikmati semilirnya angin. AC alami.
“tad jabid!!!” kang likun memanggil.
“ya, ada apa kun?” jawab tad jabid yang sedang jalan menuju mushola.
“begini tad, lebaran kan sudah seminggu berlalu, pemuda rantau ingin rembugan tentang pembangunan kolam langgar kita”
“kapan?”
“nanti malam selepas mahriban tad”
“baiklah, nanti saya hadir insya Allah” pungkas tokoh agama sambil melanjutkan jalannya.
Foto diambil dari Jendeladuniamanusia.blogspot.com
Lantunan shalawat jono dengan bahasa jawa kuno menambah rasa kantuk warga yang bau pulang dari sawah.

Tamba ati iku lima ing wernane
Maca qur’an kudu weruh ing hurufe
Kapindone shalat wengi lakonono
Kaping telu wongkang shaleh, ngumpulana
Kaping papat weteng iro ingkag luwe
Kaping lima zikir wengi ingkang suwe
Salah sawijine, sapa bisa ngelakoni
Insyaallahu ta’ala nyembadani

Cukup lawa kang jono dan wak mahlan shalawatan, setelah setengah jam lebih barulah qomat. Selesai sahalat warga kampong sirema seakan disurupi, tidur siang adalah hal yang sangat nikmat untuk istirahat saat panas dan lelah.
Menjelang sore, kang jono yang biasa adzan kini tek terlihat sampai jam 4 sore. Dengan sisa-sisa suaranya wak mahlan mbadali. Jamaah ashar lebih banyak disbanding dzuhur yang hanya 5 orang, tad jabid ngimami selagi sekolah madrasah yang diajarnya masih libur., tapi kalau sudah masuk beliau biasanya jamaah sekalian di pondok.
Sudah puluhan tahun tad jabid ‘ngabdi’ di almamaternya itu. “saya takdzim kepada almarhum kyai saja” begitu jawabnya suatu waktu ditanya orang.
Menjelang mahrib suasana kian ramai, gang kecil penghubung dukuh kini dipenuhi motor ‘plastik’ bagus-bagus, pengendaranya pun tak kalah kece dengan ‘boy, si anak sialan’.
Mas amin saat itu bertandang silaturrahmi kerumah pa knur selaku tokoh untuk membicarakan perihal musyawarah pembangunan langgar nanti malam, “ya saya setuju saja, nanti pemuda dan maysrakat yang menetukan”.
Mas amin hanya menjelaskan pencairan uang, karena selama ini uang yang digunakan untuk belanja bahan bangunan masih dipinjam sama orang-orang. Hari itu juga mas amin keliling ke beberapa orang terkait piutang uang pembangunan tersebut.
Kentongan mahrib pun ditabuh oleh mbah sopiah, nenek-nenek yang selalu istiqomah menjaga kentongan mahrib, isya, dan subuh. Jamaah mulai berdatangan dari anak-anak yang yang lari-lari, orang tua, dan anak-anak muda yang nongkrong-nongkrong menunggu selesainya adzan.
Tad jabid ngimami seperti biasanya, kalau beliau berhalangan barulah pa knur yang menggantikan. Selesai shalat, tad jabid membuka musyawarah.

Assalamualaikum wr.wb
Jamaah maghrib yang dirahmati Allah, malam mini anak-anak perantau ingin mebicarakan terkait pembangunan kolam/tempat wudlu yang akan dipaparkan mas amin, silahkan.
Mas amin memaparkan perihal pembangunan tersebut sampai tuntas dan dilanjutkan oleh mas lawi. Jamaah wanita dan pria mendengarkan dengan khusu’ hanya satu dua anak-anak kecil yang yang sesekali berani tertawa keras karena godaan balanya. Mas lawi memberikan gambaran lengkap melalui ucapannya.
“Menurut saya, mendingan kolam itu disambung degan langgar karena lebih menjamin kebersihannya, kasihan mas dul yang 3 hari sekali ngosoki lantai kolam. Nanti gambarannya akan pas sebelah utara langgar, dan pintu masuknya dibikin lebih menjorok kedalam”
“bentar, tad jabid nimbrung. Itu gambaran ada gambarnya apa tidak?”
“tidak ada tad” jawab mas lawi dan mas amin sambil menggelengkan kepala.
“lho mas, gambaran itu baiknya ada gambarnya, biar kita tahu letak persisnya, tempat krannya dan lain sebagainya”.
“iya tad, kita belum bikin gambarnya, tapi nanti saya langsung konfirmasi ke tukangnya saja terkait seberapa kebutuhan dan perlengkapan pembuatan kolam ini.”
“ya boleh saja, tukang juga bisa mengira-ira, tapi kita sebagia kaum disini kan semestinya tahu, tidak serta merta diserahkan tukang seluruhnya”.
Yang lain masih diam, mendengarkan pembicaraan, sebagian lagi melanjutkan wiridnya dengan sangat pelan”.
“itu si hanya pandangan dari kita tad, sebagai perantau” mas amin masuk.
“iya pandangan, lha sekarang apa yang dipandang? Gambarnya saja tidak ada, bagaimana mau memandang?”

“Sekarang gini saja, tad jabid masih melanjutkan. Mas lawi atau mas amin bikin gambarnya duluya semacam kerjaanya arsitektur itu, lha nanti ditunjukin ke jamaah keudian ketukang yang siap membangun. Sudah sampai disini dulu, nanti lain waktu kita lanjutkan, isyanya sudah mau datang” pungkas tad jabid seraya menggeser tubuhnya menghadap qiblat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar